Startup Ini Bikin Aplikasi Bisnis B2B ala B2C yang Anti Ribet, Cocok Buat UMKM
IDNStart.com - Disadari atau tidak, terdapat kesenjangan yang sangat besar antara aplikasi konsumen dan bisnis di ponsel. Sementara aplikasi konsumen dirancang mudah digunakan, aplikasi bisnis berbalik 180 derajat.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebuah startup di Eropa kini sedang mengembangkan proyek aplikasi B2B (Bisnis to Bisnis) yang dirancang untuk mudah digunakan hanya degan ponsel, ala aplikasi B2C (consumente). Perusahaan tersebut bernama Mobile-First.
Ketika mengunduh aplikasi dari Mobile-First ini, pengguna bisa membuat akun dari ponsel. Hal ini tidak banyak ditemukan pada aplikasi B2B lain.
Aplikasi ponsel garapan Mobile-First ini terlihat lebih mudah digunakan, meski bertolak belakang dengan banyak aplikasi bisnis yang cenderung punya kapasitas berat. Namun, Mobile-First memang berencana untuk fokus pada bisnis kecil dan menengah, atau kita di Indonesia menyebutnya dengan UMKM.
Startup ini menganggap UMKM tidak suka aplikasi bisnis yang rumit. Menurut mereka, pada dasarnya UMKM membutuhkan satu aplikasi untuk melakukan serangkaian tugas dengan efisien.
Mobile-First Company kini tengah mengembangkan banyak fitur dalam proyek tersebut, seperti membuat aplikasi untuk membuat penawaran, melacak pengeluaran, hingga untuk mengelola inventaris.
"Idenya adalah membangun serangkaian aplikasi. Ini tidak akan menjadi aplikasi all-in-one dan itu akan menjadi perbedaan utama dengan pemain lain. Kami tidak percaya dengan model all-in-one karena orang-orang takut dengan teknologi," ujar salah satu pendiri dan CEO Jérémy Goillot, seperti dilansir Techcrunch.
Selain Golliot, Ignacio Siel Brunet adalah salah satu pendiri sekaligus CTO dari proyek ini. Ia sebelumnya bekerja sebagai Wakil Presiden Teknik untuk Pomelo, sebuah perusahaan infrastruktur fintech di Amerika Latin yang memiliki 200 insinyur.
Meskipun Brunet lebih berpengalaman dengan kebutuhan perusahaan besar, ia juga melihat bagaimana aplikasi B2B tidak bekerja dengan baik dengan bisnis kecil.
“Saya tahu bagaimana membantu perusahaan besar memecahkan masalah besar. Namun di sisi lain, saya memiliki masalah dengan keluarga saya. Mereka memiliki perusahaan furnitur namun memiliki masalah dengan faktur, inventaris, dan sebagainya," katanya.
Brunet menyebut banyak UMKM yang hanya mengandalkan aplikasi konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka.
“Mereka menggunakan Instagram sebagai etalase, WhatsApp sebagai CRM, bank pribadi untuk menjalankan aspek keuangan mereka," kata Goillot.
“DNA kami adalah mempertahankan gaya aplikasi B2C dengan keramahan dan daya tarik pasar massal ini sekaligus memecahkan masalah,” jelasnya.
Aplikasi Perdana Mobile-First: Memudahkan Inventarisir
Aplikasi pertama dari Mobile-First Company adalah Amoa, sebuah aplikasi mobile untuk melacak inventaris. Sebagai contoh, banyak bengkel yang mengandalkan spreadsheet untuk melacak jumlah suku cadang yang mereka miliki. Di sisi lain, para pekerja tidak menghabiskan hari mereka di depan komputer.
Dengan Amoa, para pekerja bisa membuka aplikasi, menambahkan suku cadang dengan memindai barcode, menambahkan informasi lain seperti detail harga, dan mulai menggunakan aplikasi sebagai sumber informasi. Ketika mengambil sesuatu dari rak, mereka dapat menghapus item tersebut dan melanjutkan kerjanya.
Bahkan jika pengguna bukan seorang pengusaha, aplikasi ini tetap berguna untuk mengelola inventaris. Misalnya, jika pengguna seorang fotografer pernikahan, ia bisa membuat inventaris semua lensa kamera dan perlengkapan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Demikian pula perawat bisa menggunakan aplikasi ini untuk membawa semua yang dibutuhkan sebelum bertemu pasien.
Ide Mobile-First dengan Amoa ini adalah ingin mengembangkan, mengirim, mengulang, dan membunuh ide-ide yang tidak berhasil sehingga mereka dapat fokus pada ide-ide yang menjanjikan. Perusahaan ini juga berencana untuk memonetisasi aplikasi dengan fitur-fitur premium yang bisa diakses dengan langganan berbayar.
Goillot menyebut Mobile-First mengetahui beberapa hal tentang kecocokan produk dengan pasar. Analisis perusahaan ini juga didukung karena dirinya pernah bekerja di perusahaan rintisan manajemen pengeluaran, Spendesk, sebagai kepala pertumbuhan. Goillot adalah karyawan keempat di perusahaan fintech Prancis tersebut yang dengan cepat menjadi unicorn.
Ketika meninggalkan Spendesk, Golliot menghabiskan waktu untuk bepergian dan melihat produk-produk teknologi dan bagaimana mereka digunakan di luar Eropa dan AS.
“Saya sering bepergian ke Afrika, dari Nigeria ke Ghana dan Kenya karena saya ingin melihat jenis produk lainnya. Saya juga sering bepergian ke Amerika Latin," kata Goillot.
"Dan saya terkesan dengan jenis-jenis perusahaan lainnya. Kami adalah penggemar berat perusahaan-perusahaan India, Zoho adalah salah satunya. Kami juga penggemar berat Treinta, ini adalah perusahaan asal Kolombia,” kata Golliot.
Sejak didirikan pada bulan Desember, Mobile-First Company telah mengumpulkan $3,8 juta dalam putaran pra-seed yang dipimpin oleh Lightspeed Venture Partners dan Emblem. Banyak angel investor yang juga berpartisipasi dalam pendanaan ini, termasuk Xavier Niel (Kima Ventures), Thibaud Elzière (Hexa), Jean-Baptiste Hironde (MWM), dan Rodolphe Ardant (Spendesk).
"Untuk akhir tahun ini, tujuan kami adalah merilis enam aplikasi untuk memiliki kecepatan tinggi dalam mencoba, mencoba, mencoba, mencoba, mencoba untuk benar-benar meningkatkan pengetahuan perusahaan," ujar Goillot.
"Kami mampu membangun sebuah aplikasi dalam waktu dua minggu. Kami mampu menghasilkan ribuan unduhan dalam sehari," tambahnya.
Jadi, mari kita lihat berapa lama waktu yang dibutuhkan sebelum The Mobile-First Company resmi merilis aplikasi yang sangat berguna untuk para pelaku UMKM ini.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow