Memahami Fenomena Tech Winter yang Bikin Banyak Startup di Indonesia Bangkrut

Memahami Fenomena Tech Winter yang Bikin Banyak Startup di Indonesia Bangkrut

Smallest Font
Largest Font
Table of Contents

IDNStart.com - Di akhir 2023 lalu, perusahaan startup di Indonesia tercatat melakukan PHK besar-besaran imbas perkembangan industri. Bahkan banyak perusahaan teknologi termasuk startup yang akhirnya mengumumkan bangkrut.

Fenomena di perusahaan teknologi yang juga didera startup ini biasa disebut Tech Winter. Periode ini terjadi ketika industri teknologi mengalami penurunan secara signifikan dalam aktivitas bisnis dan investasinya yang mengakibatkan terjadinya PHK secara massal, ketidakpastian dan ketidakstabilan hingga bangkrut.

Imbas Tech Winter, selain PHK besar-besaran, yang paling ketara adalah turunnya kempuan perusahaan teknologi untuk menggaji karyawan. Saat ini, para karyawan tak bisa lagi berharap bayaran besar dari startup seperti yang mereka rasakan di masa lalu.

Tech winter membuat karyawan tak bisa lagi menikmati gaya hidup yang nyaman, pekerjaan fleksibel, gaji tinggi, mendapatkan berbagai macam tunjangan dan work-life balance.

Anggota Steering Comittee Industri Financial Technology dan Ekonomi Digital oleh Indonesia Fintech Society (IFSoc), Eddi Danusaputro, bahkan menyebut fenomena Tech Winter belum akan berakhir di akhir tahun 2024.

”Winter (badai) saat ini memang masih berlangung. Kemungkinan, berdasarkan proyeksi, pada 2024, winter tech akan berlanjut selama kebijakan tingkat suku bunga acuan tinggi masih berlaku,” kata Eddi, mengutip Kompas.

Penyebab

Penyebabnya Tech Winter, menurut beberapa pakar yang dikutip dari Tempo, disebabkan dampak dari pandemi Covid-19 selama lebih dari dua tahun. Seperti diketahui, saat pandemi perekonomian dunia anjlok. Hal ini juga berpengaruh pada sebagian besar startup di Indonesia.

Penyebab lain fenomena ini adalah karena adanya gejolak geopolitik, seperti perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Konflik geopolitik ini membuat perekonomian global mengalami penurunan.

Namun, penyebab utama Tech Winter menurut para pakar adalah kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat. Kenaikan tersebut membuat pemodal enggan untuk berinvestasi dan lebih memilih untuk menyimpan uangnya. 

Investor yang siap memberikan permodalan saat ini menjadi fondasi utama banyak startup di Indonesia. Perusahaan yang bergerak di ranah ini memang rata-rata belum punya bentuk pendanaan lain untuk menjalankan usahanya.

Selain 3 faktor diatas, penyebab Tech Winter ini imbas dari sistem manajerial yang kurang matang. Banyak perusahaan yang melakukan

investasi dan perekrutan yang berlebihan, membuat anggaran pengeluaran yang sangat tinggi selama pandemi, serta karyawannya melakukan pekerjaan yang tidak maksimal. 

Indikasi

Di Indonesia, beberapa indikasi fenomena Tech Winter ini bisa terlihat, di antaranya terdapat penurunan investasi di industri teknologi. Menurut laporan East Ventures, pendanaan di Indonesia pada paruh pertama tahun 2023 menurun 74% secara year-on-year.

Indikasi selanjutnya yakni terjadinya peningkatan PHK di perusahaan-perusahaan teknologi, seperti yang dialami banyak startuo besar macam Tokopedia, Gojek, dan Traveloka.

Menurut data CNBC, sepanjang 2022 diketahui jumlah karyawan startup dan perusahaan teknologi besar yang dipecat sudah mencapai 190.230 orang. Sementara, sepanjang 2023 jumlah PHK sudah mencapai 37.526 pekerja dari 122 perusahaan. Sementara itu, dalam dua tahun terakhir, gelombang PHK paling banyak terjadi pada November 2022 yakni mencapai 52.135 orang.

Indikasi ketiga terjadinya fenomena Tech Winter yakni terjadi peningkatan jumlah kebangkrutan startup teknologi. Beberapa startup teknologi Indonesia yang cukup terkenal pun telah gulung tikar.

Seperti diketahui, Startup Indonesia kini masuk 6 besar dengan jumlah terbanyak di dunia. Di sisi lain, banyaknya perusahaan yang bangkrut justru menyebabkan hiring freeze yang berarti tertundanya atau bahkan ketiadaan aktivitas rekrutmen pada perusahaan startup. Hal ini bisa menjadi ketimpangan yang signifikan antara jumlah pelamar kerja di Indonesia dengan ketersediaan lapangan pekerjaan.

Di Indonesia angka pencari kerja tidak bisa dibilang sedikit. Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi menyebut pada tahun 2021 lalu, di Indonesia ada 1,7 juta sarjana baru setiap tahunnya.

Editors Team

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait